Jakarta,Tarungnews.com - Komisi X DPR RI bekerja sama dengan Kemendikbudristek RI menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) dengan tema "Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan". Dalam kesempatan itu, turut hadir sebagai narasumber Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Bappenas, Kemenkeu, artis Reza Rahadian. Serta, selaku pembanding adalah Fasli Jalal, Komaruddin Hidayat, dan Didik J. Rachbini.
Dari diskusi yang telah dilaksanakan, para narasumber dan pembanding menyampaikan bahwa implementasi kebijakan anggaran perlu dievaluasi dan harus dihitung ulang. Evaluasi yang harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan, baik di APBN maupun APBD.
"Poin utamanya adalah kita ingin pemerintah dalam hal ini Kemenkeu dan Bappenas mereformulasi ulang terkait dengan mandatory spending 20 persen pada konteks alokasi dan distribusinya. Jadi, bahwa 20 persen anggaran untuk fungsi pendidikan itu saya kira itu mandat dari undang-undang tapi memang masih ada persoalan terkait dengan alokasi dan distribusinya. (Harusnya) Kementerian Pendidikan Kemendikbudristek yang punya kewenangan,” demikian disampaikan Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda usai penyelenggaraan FGD di salah satu hotel, di Jakarta, Sabtu (7/9/2024).
"Sebenarnya sudah ada PP Nomor 18 Tahun 2022 yang sudah mengamanatkan bahwa semua proses perencanaan penggunaan 20 persen anggaran (Pendidikan) itu ada di Kemendikbudristek”
Politisi Fraksi PKB itu menerangkan Kemendikbudristek yang mengurusi fungsi pendidikan belum sepenuhnya punya kewenangan, sejak dari perencanaan sampai pada implementasi, terkait dengan mandatory spending 20 persen. Oleh karenanya dengan adanya diskusi kelompok terpumpun ini, Komisi X minta penguatan dari para tokoh yang hadir supaya fungsi dan peran Kemendikbudristek sebagai rumah penyelenggara pendidikan, dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik serta alokasi anggaran semestinya terkontrol penuh melalui Kementerian tersebut.
"Sebenarnya sudah ada PP Nomor 18 Tahun 2022 yang sudah mengamanatkan bahwa semua proses perencanaan penggunaan 20 persen anggaran (Pendidikan) itu ada di Kemendikbudristek. Nah pada prakteknya ini belum bisa berjalan sehingga menimbulkan beragam persoalan,” terangnya.
Satu di antara persoalan yang terjadi karena Kemendikbudristek tidak sepenuhnya mengelola anggaran Pendidikan tersebut adalah indeks pembiayaan pendidikan tinggi yang berbeda-beda. Menurutnya, ada prodi atau jurusan yang menetapkan biaya masuk mencapai Rp67 juta.
“Padahal pada prodi dan jurusan yang sama itu yang ditetapkan oleh Kemendikbud hanya cukup Rp27 juta. Jadi ada keberlimpahan di satu tempat, tetapi ada kekurangan di tempat lain. Kewenangan (pengelolaan anggaran pendidikan) ini yang harus dituntaskan,” pungkasnya
Red,tarungnews.com